CERMIN HATI
al-‘Ilmu
fis-Shudur la fis-Suthur, ilmu itu ada dalam hati,
bukan pada tulisan. Itulah bunyi ungkapan yang sangat terkenal. Namun
kenyataannya sekarang ini adalah kebalikannya. Kenapa? Berikut uraian
singkatnya yang bersumber dari kitab Ihya Ulumiddin karya al-Ghozali Juz 3
Kitab Rahasia Hati.
Imam al-Ghozali mengkiyaskan hati dengan cermin, dan ilmu pengetahuan sebagai objeknya. Dan berikut lima hal yang menjadikan cermin tidak bisa memperoleh objek dengan baik: 1) Bentuk
cermin yang tidak sempurna, 2) Cermin kotor, 3) Cermin tidak menghadap objek,
4) Ada penghalang antara cermin dan objeknya, dan 5) Cermin tidak tahu arah
objeknya berada. Artinya lima hal tersebut adalah hal yang menjadikan ilmu sulit diperoleh.
Pertama,
hati yang tidak (belum) sempurna -seperti yang dimiliki anak kecil-
bagaimanapun ia diajari tentang berbagai ilmu, ia tetap tidak bisa menangkap
ilmu itu. Disinilah letak mengapa dalam fiqih islam, baligh dan tamyiz menjadi
poin tersendiri yang perlu diperhatikan.
Kedua,
kotornya hati oleh sifat-sifat madzmumah seperti iri, dengki, dendam, rakus,
clamit, malas wa ma asybaha dzalik. Sifat tersebut menghambat masuknya
ilmu ke dalam hati seperti yang pernah kami jelaskan pada buletin PlayOn episode
dulu. Bahwa kebodohan yang sulit untuk diobati antara lain adalah karena
di dalam hatinya terdapat sifat hasud (al-Ghozali, Ayyuhal walad).
Ketiga,
hati tidak mau serius mempelajari suatu ilmu. Mblaor, ndableg, atau ora
nggateake pelajaran adalah contoh dari poin ketiga ini. Sifat hati yang
seharusnya mudah menangkap ilmu, namun ketika hati tidak mau menghadapnya
bagaimana bisa?? Singkatnya gari ngrungoake be moh, opo maneh kon mahami....
Keempat,
hati terhalang dari objeknya. Yakni bahwa pengetahuan yang telah diketahui atau
dipercayai sejak kecil bisa menjadi penghalang untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan yang hakiki. Hal tersebut disebut taklid, dan orang yang taklid
tidak termasuk orang yang pintar/memiliki ilmu. Disinilah bisa diketahui bahwa
para ulama terdahulu –maupun sekarang- harus melalui uzlah untuk
mengosongkan hati dan fikiran dari pengaruh luar sehingga hati dapat menangkap
pengetahuan dari Tuhan al-‘Alim al-Khabir. Dan dalam kenyataannya nabi Muhammad pun
berkholwah di gua Hira.
Kelima, hati tidak mengerti dimana dan dari mana datangnya ilmu. Padahal telah diketahui bahwa ilmu tidak bisa diperoleh tanpa belajar. Maka dari itu, sebagai pelajar seyogyanya rajin belajar dan tekun serta memperhatikan pelajarannya, karena itulah tanda bahwa dirinya telah mengetahui ilmu itu berada.
Semoga nukilan penjelasan yang dipersingkat ini bisa menjadi tanbih, pengiling-iling bagi pribadi penulis dan pembaca sekalian. (As037)
Komentar
Posting Komentar